Minggu, 06 Desember 2009

BUDIDAYA TANAMAN SINGKONG


BUDIDAYA TANAMAN SINGKONG

I. SYARAT PERTUMBUHAN

1.1. Iklim
a) Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara 1.500-2.500 mm/tahun.
b) Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 derajat C. Bila suhunya di bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.
c) Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%.
d) Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela pohon sekitar 10 jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.

1.2. Media Tanam
a) Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik baik unsur makro maupun mikronya.

b) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis aluvial latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol.

c) Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ketela pohon.

1.3. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara 10–700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ketela pohon tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal.

II. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

2.1. Pembibitan
2.1.1. Persyaratan Bibit
Bibit yang baik untuk bertanam ketela pohon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Ketela pohon berasal dari tanaman induk yang cukup tua (10-12 bulan).
b) Ketela pohon harus dengan pertumbuhannya yang normal dan sehat serta seragam.
c) Batangnya telah berkayu dan berdiameter + 2,5 cm lurus.
d) Belum tumbuh tunas-tunas baru.

2.1.2. Penyiapan Bibit
Penyiapan bibit ketela pohon meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Bibit berupa stek batang.
b) Sebagai stek pilih batang bagian bawah sampai tengah.
c) Setelah stek terpilih kemudian diikat, masing-masing ikatan berjumlah antara 25–30 batang stek.
d) Semua ikatan stek yang dibutuhkan, kemudian diangkut ke lokasi penanaman.

2.2. Pengolahan Media Tanam
2.2.1. Persiapan
Kegiatan yang perlu dilakukan sebelum pengolahan lahan adalah:
a) Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, pH meter dan cairan pH tester.
b) Penganalisaan jenis tanah pada contoh atau sempel tanah yang akan ditanami untuk mengetahui ketersediaan unsur hara, kandungan bahan organik.
c) Penetapan jadwal/waktu tanam berkaitan erat dengan saat panen. Hal ini perlu diperhitungkan dengan asumsi waktu tanam bersamaan dengan tanaman lainnya (tumpang sari), sehingga sekaligus dapat memproduksi beberapa variasi tanaman yang sejenis.
d) Luas areal penanaman disesuaikan dengan modal dan kebutuhan setiap petani ketela pohon. Pengaturan volume produksi penting juga diperhitungkan karena berkaitan erat dengan perkiraan harga pada saat panen dan pasar. Apabila pada saat panen nantinya harga akan anjlok karena di daerah sentra penanaman terjadi panen raya maka volume produksi diatur seminimal mungkin.

2.2.2. Pembukaan dan Pembersihan Lahan
Pembukaan lahan pada intinya merupakan pembersihan lahan dari segala macam gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuan pembersihan lahan untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang mungkin ada. Pembajakan dilakukan dengan hewan ternak, seperti kerbau, sapi, atau pun dengan mesin traktor.
Pencangkulan dilakukan pada sisi-sisi yang sulit dijangkau, pada tanah tegalan yang arealnya relatif lebih sempit oleh alat bajak dan alat garu sampai tanah siap untuk ditanami.

2.2.3. Pembentukan Bedengan
Bedengan dibuat pada saat lahan sudah 70% dari tahap penyelesaian. Bedengan atau pelarikan dilakukan untuk memudahkan penanaman, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Pembentukan bedengan/larikan ditujukan untuk memudahkan dalam pemeliharaan tanaman, seperti pembersihan tanaman liar maupun sehatnya pertumbuhan tanaman.

2.2.4. Pengapuran
Untuk menaikkan pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat masam/tanah gembut, perlu dilakukan pengapuran. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur kalsit/kaptan (CaCO3). Dosis yang biasa digunakan untuk pengapuran adalah 1-2,5 ton/ha. Pengapuran diberikan pada waktu pembajakan atau pada saat pembentukan bedengan kasar bersamaan dengan pemberian pupuk kandang.

2.3. Teknik Penanaman

2.3.1. Penentuan Pola Tanam
Pola tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan tegalan/kering, waktu tanam yang paling baik adalah awal musim hujan atau setelah penanaman padi. Jarak tanam yang umum digunakan pada pola monokultur ada beberapa alternatif, yaitu 100 X 100 cm, 100 X 60 cm atau 100 X 40 cm. Bila pola tanam dengan sistem tumpang sari bisa dengan jarak tanam 150 X 100 cm atau 300 X 150 cm.

2.3.2. Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan meruncingkan ujung bawah stek ketela pohon kemudian tanamkan sedalam 5-10 cm atau kurang lebih sepertiga bagian stek tertimbun tanah. Bila tanahnya keras/berat dan berair/lembab, stek ditanam dangkal saja.

2.4. Pemeliharaan Tanaman
2.4.1. Penyulaman
Untuk bibit yang mati/abnormal segera dilakukan penyulaman, yakni dengan cara mencabut dan diganti dengan bibit yang baru/cadangan. Bibit atau tanaman muda yang mati harus diganti atau disulam. Pada umumnya petani maupun pengusaha mengganti tanaman yang mati dengan sisa bibit yang ada. Bibit sulaman yang baik seharusnya juga merupakan tanaman yang sehat dan tepat waktu untuk ditanam. Penyulaman dilakukan pada pagi hari atau sore hari, saat cuaca tidak terlalu panas. Waktu penyulaman adalah minggu pertama dan minggu kedua setelah penanaman. Saat penyulaman yang melewati minggu ketiga setelah penanaman mengakibatkan perbedaan pertumbuhan yang menyolok antara tanaman pertama dan tanaman sulaman.

2.4.2. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membuang semua jenis rumput/ tanaman liar/pengganggu (gulma) yang hidup di sekitar tanaman. Dalam satu musim penanaman minimal dilakukan 2 (dua) kali penyiangan.

2.4.3. Pembubunan
Cara pembubunan dilakukan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman dan setelah itu dibuat seperti guludan. Waktu pembubunan dapat bersamaan dengan waktu penyiangan, hal ini dapat menghemat biaya. Apabila tanah sekitar tanaman Ketela pohon terkikis karena hujan atau terkena air siraman sehingga perlu dilakukan pembubunan/di tutup dengan tanah agar akar tidak kelihatan.

2.4.4. Perempelan/Pemangkasa
Pada tanaman Ketela pohon perlu dilakukan pemangkasan/pembuangan tunas karena minimal setiap pohon harus mempunyai cabang 2 atau 3 cabang. Hal ini agar batang pohon tersebut bisa digunakan sebagai bibit lagi di musim tanam mendatang.

2.4.5. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan sistem pemupukan berimbang antara N, P, K dengan dosis Urea=133–200 kg; TSP=60–100 kg dan KCl=120–200 kg. Pupuk tersebut diberikan pada saat tanam dengan dosis N:P:K= 1/3 : 1 : 1/3 (pemupukan dasar) dan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan yaitu sisanya dengan dosis N:P:K= 2/3 : 0 : 2/3.

2.4.6. Pengairan dan Penyiraman
Kondisi lahan Ketela pohon dari awal tanam sampai umur + 4–5 bulan hendaknya selalu dalam keadaan lembab, tidak terlalu becek. Pada tanah yang kering perlu dilakukan penyiraman dan pengairan dari sumber air yang terdekat. Pengairan dilakukan pada saat musim kering dengan cara menyiram langsung akan tetapi cara ini dapat merusak tanah. Sistem yang baik digunakan adalah sistem genangan sehingga air dapat sampai ke daerah perakaran secara resapan. Pengairan dengan sistem genangan dapat dilakukan dua minggu sekali dan untuk seterusnya diberikan berdasarkan kebutuhan.

2.4.7. Waktu Penyemprotan Pestisida
Jenis dan dosis pestisida disesuaikan dengan jenis penyakitnya. Penyemprotan pestisida paling baik dilakukan pada pagi hari setelah embun hilang atau pada sore hari. Dosis pestisida disesuaikan dengan serangan hama dan penyakit, baca dengan baik penggunaan dosis pada label merk obat yang digunakan. Apabila hama dan penyakit menyerang dengan ganas maka dosis pestisida harus lebih akan tetapi penggunaannya harus hati-hati karena serangga yang menguntungkan dapat ikut mati.

2.5. Hama dan Penyakit

2.5.1. Hama
a) Uret (Xylenthropus)
Ciri: berada dalam akar dari tanaman. Gejala: tanaman mati pada yg usia muda, karena akar batang dan umbi dirusak. Pengendalian: bersihkan sisa-sisa bahan organik pada saat tanam dan atau mencampur sevin pada saat pengolahan lahan.

b) Tungau merah (Tetranychus bimaculatus)
Ciri: menyerang pada permukaan bawah daun dengan menghisap cairan daun tersebut. Gejala: daun akan menjadi kering. Pengendalian: menanam varietas toleran dan menyemprotkan air yang banyak.

2.5.2. Penyakit
a) Bercak daun bakteri
Penyebab: Xanthomonas manihotis atau Cassava Bacterial Blight/CBG . Gejala: bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak dan mengakibatkan pada daun kering dan akhirnya mati. Pengendalian: menanam varietas yang tahan, memotong atau memusnahkan bagian tanaman yang sakit, melakukan pergiliran tanaman dan sanitasi kebun

b) Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)
Ciri: hidup di daun, akar dan batang. Gejala: daun yang mendadak jadi layu seperti tersiram air panas. Akar, batang dan umbi langsung membusuk. Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman, menanam varietas yang tahan seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara, melakukan pencabutan dan pemusnahan tanaman yang sakit berat.

c) Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)
Penyebab: cendawan yang hidup di dalam daun. Gejala: daun bercak-bercak coklat, mengering, lubang-lubang bulat kecil dan jaringan daun mati. Pengendalian: melakukan pelebaran jarak tanam, penanaman varietas yang tahan, pemangkasan pada daun yang sakit serta melakukan sanitasi kebun.

d) Bercak daun konsentris (Phoma phyllostica)
Penyebab: cendawan yang hidup pada daun. Gejala: adanya bercak kecil dan titik-titik, terutama pada daun muda. Pengendalian: memperlebar jarak tanam, mengadakan sanitasi kebun dan memangkas bagian tanaman yang sakit .

2.5.3. Gulma
Sistem penyiangan/pembersihan secara menyeluruh dan gulmanya dibakar/dikubur dalam seperti yang dilakukan umumnya para petani Ketela pohon dapat menekan pertumbuhan gulma. Namun demikian, gulma tetap tumbuh di parit/got dan lubang penanaman.

Khusus gulma dari golongan teki (Cyperus sp.) dapat di berantas dengan cara manual dengan penyiangan yang dilakukan 2-3 kali permusim tanam. Penyiangan dilakukan sampai akar tanaman tercabut. Secara kimiawi dengan penyemprotan herbisida seperti dari golongan 2,4-D amin dan sulfonil urea. Penyemprotan harus dilakukan dengan hati-hati.

Sedangkan jenis gulma lainnya adalah rerumputan yang banyak ditemukan di lubang penanaman maupun dalam got/parit. Jenis gulma rerumputan yang sering dijumpai yaitu jenis rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa colona), rumput grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), dan rumput sunduk gangsir (digitaria ciliaris). Pembasmian gulma dari golongan rerumputan dilakukan dengan cara manual yaitu penyiangan dan penyemprotan herbisida berspektrum sempit misalnya Rumpas 120 EW dengan konsentrasi 1,0-1,5 ml/liter.

2.6. Panen

2.6.1. Ciri dan Umur Panen
Ketela pohon dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah mulai berkurang. Warna daun mulai menguning dan banyak yang rontok. Umur panen tanaman ketela pohon telah mencapai 6–8 bulan untuk varietas Genjah dan 9–12 bulan untuk varietas Dalam.

2.6.2. Cara Panen
Ketela pohon dipanen dengan cara mencabut batangnya dan umbi yang tertinggal diambil dengan cangkul atau garpu tanah.

2.7. Pascapanen

2.7.1. Pengumpulan
Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau oleh angkutan.

2.7.2. Penyortiran dan Penggolongan
Pemilihan atau penyortiran umbi ketela pohon sebenarnya dapat dilakukan pada saat pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran umbi ketela pohon dapat dilakukan setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garis-garis pada daging umbi.

2.7.3. Penyimpanan
Cara penyimpanan hasil panen umbi ketela pohon dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Buat lubang di dalam tanah untuk tempat penyimpanan umbi segar ketela pohon tersebut. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah umbi yang akan disimpan.
b) Alasi dasar lubang dengan jerami atau daun-daun, misalnya dengan daun nangka atau daun ketela pohon itu sendiri.
c) Masukkan umbi ketela pohon secara tersusun dan teratur secara berlapis kemudian masing-masing lapisan tutup dengan daun-daunan segar tersebut di atas atau jerami.
d) Terakhir timbun lubang berisi umbi ketela pohon tersebut sampai lubang permukaan tertutup berbentuk cembung, dan sistem penyimpanan seperti ini cukup awet dan membuat umbi tetap segar seperti aslinya.

2.7.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Pengemasan umbi ketela pohon bertujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan selama dalam pengangkutan. Untuk pasaran antar kota/ dalam negeri dikemas dan dimasukkan dalam karung-karung goni atau keranjang terbuat dari bambu agar tetap segar. Khusus untuk pemasaran antar pulau maupun diekspor, biasanya umbi ketela pohon ini dikemas dalam bentuk gaplek atau dijadikan tepung tapioka. Kemasan selanjutnya dapat disimpan dalam karton ataupun plastik-plastik dalam pelbagai ukuran, sesuai permintaan produsen.

Setelah dikemas umbi ketela pohon dalam bentuk segar maupun dalam bentuk gaplek ataupun tapioka diangkut dengan alat trasportasi baik tradisional maupun modern ke pihak konsumen, baik dalam maupun luar negeri. (Anonim)


Sumber : http://www.borneoenergi.co.cc/2009/10/budidaya-tanaman-singkong.html

BEC dan Singkong Gajah


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PERTANIAN SINGKONG GAJAH OLEH BORNEO ENVIRONMENTAL COMMUNITY DI DESA SALOK API DARAT

Oleh : NITA ANGGRAINI

Kegagalan proyek pemerintah dalam memberdayakan masyarakat melalui perluasan perkebunan kelapa sawit dan tanaman jarak pagar menimbulkan kekecewaan yang sangat mendalam pada masyarakat. Sehingga lahan yang mereka miliki di sia – siakan karena hanya mampu merugikan masyarakat. Oleh karena itu Lembaga Swadaya Masyarakat Borneo Environmental Community melakukan upaya – upaya pemberdayaan masyarakat melalui pertanian singkong gajah agar masyarakat mampu meningkatkan kesejahteraan mereka melalui potensi atau sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat.

Untuk mengungkap permasalahan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, penelitian ini menggunakan analisis fenomenologi yang bersifat deskriptif, yakni menganalisis upaya pemberdayaan masyarakat oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Borneo Environmental Community, dan sejauh mana dampak kegiatan tersebut bagi kehidupan masyarakat desa salok Api Darat dalam upaya meningkatkan keswadayaan masyarakat melalui pertanian singkong gajah.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam meningkatkan keswadayaan masyarakat melalui pertanian singkong gajah, LSM Borneo Environmental Community telah mengupayakan untuk menyentuh kesadaran masyarakat dalam pengoptimalan lahan kritis / lahan tidur milik masyarakat untuk kesejahteraan hidup mereka. Kegiatan merubah pola pikir atau (mind set) dan menumbuhkan kesadaran masyarakat, dilakukan oleh pihak LSM Borneo Environmental Community melalui pengorganisasian masyarakat, yakni melalui kelompok petani singkong gajah, melakukan proses pendampingan, pembinaan, dan pelatihan. Dampak yang terjadi pada masyarakat setelah adanya program pemberdayaan masyarakat melalui pertanian singkong gajah oleh LSM Borneo Environmental Community adalah bahwa masyarakat yang diberdayakan mulai mau berfikir untuk mengoptimalkan lahan kritis atau lahan tidur yang mereka miliki untuk kesejahteraan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.

Berdasarkan masalah dan kesimpulan tersebut, penelitian ini belum menjawab lebih jauh bagaimana tanggapan masyarakat mengenai kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pertanian singkong gajah di desa Salok Api Darat. Oleh karena itu kiranya tema ini dapat dijadikan masalah pada penelitian berikutnya.

Sumber : http://digilib.sunan-ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--nitaanggra-8040

Kembangkan Singkong Gajah di Balikpapan Timur

Kembangkan Singkong Gajah di Balikpapan Timur


BALIKPAPAN-Kawasan Balikpapan Timur juga dilirik untuk budidaya singkong gajah dalam skala luas. Pasalnya luasan lahan pertanian termasuk lahan yang masih tidur di wilayah ini masih sangat memadai, hingga tepat untuk digalakkan budidaya komoditi satu ini. Apalagi singkong gajah seperti halnya singkong umumnya, merupakan tanaman yang mudah tumbuh dimana saja, perawatannya tak repot dan dalam jangka sekira delapan bulan sudah bisa dipanen.

Tak harus pada lahan subur, di lahan-lahan tidur di kawasan Balikpapan Timur, dapat dimanfaatkan dengan menanam singkong gajah. Salah satu yang melirik untuk digalakkannya singkong gajah yaitu kelompok Karang Taruna di kota ini. Dimotori Ir Iskandar, Supardi, Widodo, Suratmin dan Slamet, optimis dengan penanaman singkong gajah dapat meningkatkan kesejahteraan para petani.

Karena mudahnya pemeliharaan hingga cost yang dikeluarkan tak terlalu besar, dan semua bagian singkong gajah dapat dimanfaatkan. “Optimis, bisa berhasil. Singkongnya bisa dikonsumsi, terlebih ukurannya lebih besar. Apalagi hasil varian lainnya, misal diambil tepungnya, gaplek hingga destilasi untuk dihasilkan bio-ethanol,” ujar Iskandar.

Tak hanya pada kawasan Timur yang tepat digalakkan budidaya singkong gajah, kawasan Utara pun juga mempunyai lahan yang masih luas. Intinya mereka ingin memotivasi petani-petani di kota ini agar bangkit dan mampu mendapatkan penghasilan yang baik. Mereka juga siap untuk mencari akses untuk permodalan melalui koperasi.(wid)

Sumber : http://www.metrobalikpapan.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=13010
Senin, 20 April 2009 , 11:09:00

Dari Mie Singkong tepung Mocal sampai Bioethanol









Mie Singkong ?

Oleh : Roy Hendroko

Postingan ini saya kirim ke Kompasiana bukan dengan tujuan ngugah macan turu….. “membangunkan macan tidur” atau tepatnya “membangunkan Bocah nDeso dan kawan-kawannya” yang dengan apik telah posting tentang mie instan secara trilogi di tanggal 20, 22, dan 27 Juni 2009. Disusul dengan postingan rekan Tononagoro di tanggal 26 Juni 2009, dilanjut rekan Danielht, 2 Juli 2009. Para kompasianers pasti sependapat, postingan-postingan tentang mie instan terkait jingle itu amat menarik. Kita pasti senyum-senyum bercampur dongkol membacanya, khususnya tanggapan yang gegap gempita…..dan mungkin Anda “terpancing” memberi tanggapan dan komentar.

Iya benar, saya jadi tertawa lebar membaca tanggapan bung Omri “yang dikit marah” di tanggal 21 Juni, apalagi dengan “nada membentak” di tanggal 29 Juni 2009. Saya juga “terpancing” menulis dua komen di tanggal 22 Juni di postingan rekan Bocah nDeso dan tanggal 26 Juni 2009 di postingan rekan Tononagoro. Namun meski besar rasa pingin nulis tanggapan dan juga “hati panas” ….saya tekan dan pendam, takut memperkeruh suasana yang saat itu penuh hinggar bingar saling dukung mendukung para kandidat pilpres. Saya tidak ingin Rumah Ide, Rumah Gagasan, Rumah Kreativitas Kompasiana penuh caci maki yang tidak menjadikannya Rumah Sehat bagi para kompasianers.

Sekarang “badai pilpres” telah berlalu, saya beranikan diri untuk nonggol. Tapi kenapa postingan Bocah Ndeso dan bocah satunya lagi…si Katrok tidak publish di hari-hari setelah Pilpres? Mereka mungkin lelah, kehabisan energi yang di-forsir-nya jelang pesta demokrasi. Ataukah para bocah ini adalah komentator politik profesional seperti yang ditengarai oleh Bung Omri pada komentarnya di postingan bung Samdy, 29 Juli 2009 ? Tapi ngak apa-apa, halal dapat duit menulis di blog ! (Engak ding, Mas Bocah nDeso masih muncul nulis tanggapan di postingan Kang Pep tanggal 10 Juli 2009).

Aduh ngapain saya nyindir Mas Bocah nDdeso…membangkitkan “panas” aja, padahal beliau udah tenang. Yuk, lanjut ke bahasan kita, khususnya menambahi komentar/ penjelasan rekan Florensius Marsudi, si “wong kito”, 27 Juni 2009 dan rekan Cipinang, 26 Juni 2009. Saya hanya menceritakan apa yang telah dikerjakan Pokja Singkong KADIN Indonesia. Namun semoga aja postingan ini tidak basi atau kadalu warsa.

MOCAL

Saya menulis tanggapan di postingan serial mie instan bahwa MOCAL berkemampuan substitusi tepung gandum untuk berbagai kudapan, bahkan untuk membuat mie. Apakah mocal itu? MOCAL pada hakekatnya adalah tepung singkong (Manihot esculenta Crantz) alias tepung gaplek, tapi memiliki keunggulan warna yang lebih kling, tidak berbau apek, dan rasanya tidak lagi mirip singkong. Kenapa begini? Ntar kita bahas, by the way MOCAL adalah akronim dari Modified Cassava Flour artinya tepung singkong alias ubi kayu termodifikasi

Tepung ini lagi naik daun, coba buka internet maka sejumlah kursus menawarkan pelatihan membuat MOCAL, dengan biaya ± Rp 1 juta per orang. Bila kompasianers mempunyai waktu luang,tengok pula Bu Marwah Daud mempopulerkannya di web you tube.

Meski berbahasa Inggris, MOCAL ditemukan oleh anak bangsa…di suatu perguruan tinggi yang relatif tidak beken, bahkan oleh pakar yang terkatagori mbeling (konon sering demo dan “tidak loyal” meski prestasi nasional dan internasionalnya mumpuni). Dr Achmad Subagio MAgr, pakar kimia pangan dari Universitas Jember adalah penemu dan peng-introduksi MOCAL.

Fermentasi
Apa beda MOCAL dengan tepung gaplek? Pembuatan tepung gaplek lebih sederhana. Singkong alias ubi kayu dikeringkan, lalu digiling menjadi tepung. Kalau MOCAL melalui beberapa proses kimia, diantaranya singkong difermentasikan dulu. Difermentasikan artinya bukan dibuat tape lho. Setelah itu, dikeringkan dengan menggunakan matahari ”tidak langsung”. Pak Dr. Achmad menyarankan seyogianya menggunakan alat pengering hibrida agar terjamin hieginitasnya. Setelah dikeringkan, singkong itu akan berbentuk chips (seperti keripik). Selanjutnya, baru digiling, diayak (disaring), dikemas menjadi MOCAL, produk tepung serbaguna.

Cukup sederhana, tapi bagaimana pelaksanaan itu lho yang dinamakan fermentasi.? Seorang rekan trainer, Soelaiman Budi di Karanganyar mengajarkan fermentasi dilaksanakan dengan tahap awal, singkong di kupas kulitnya dan dicuci bersih, kemudian singkong itu direndam dalam larutan asam/garam/kapur dengan komposisi tertentu. Selanjutnya dikeringkan di bawah atap plastik UV (ultra violet).

Secara ilmiah mikrobia BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi singkong menjadi MOCAL. BAL tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong, sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.

Demikian pula, cita rasa MOCAL menjadi netral dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70%. Hal ini karena hidrolisis granula pati menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku penghasil asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan. Kandungan protein MOCAL lebih rendah dibandingkan tepung singkong – namun kadar karbohidratnya meningkat- dimana protein-lah yang menyebabkan warna coklat pada tepung singkong ketika pengeringan atau pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAL yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung singkong biasa. Pengaruh lebih lanjut, so pasti harga jual MOCAL berlipat dibanding tepung tapioka atau gaplek.

Manfaat
MOCAL pada hakekatnya telah digunakan oleh masyarakat untuk substitusi tepung terigu antara 5-50 % pada pembuatan berbagai kudapan. Kita lihat foto-foto berikut

MIE MOCAL
Akhirnya di bawah ini saya posting pembuatan mie (basah) yang secara masal sudah dikerjakan oleh masyarakat di daerah Karanganyar, Jawa Tengah.

Stimulus Pemerintah untuk Konversi Gandum ?
Dengan menggunakan MOCAL maka para pengusaha makanan skala UMKM amat sangat terbantu. Seperti kita ketahui harga MOCAL ± 50 % dibanding tepung gandum/ terigu (lihat “banner” Mas Soelaiman Budi di bawah). Memang harus diakui pada kudapan, atau tipe roti tertentu hanya menggunakan MOCAL relatif kecil (5-15%). Tetapi bukankah substitusi tersebut layak diperhitungkan untuk menghemat impor gandum dan menambah pendapatan petani singkong. Hal yang sama pada substitusi bioetanol (berbahan baku singkong) dan biodiesel (berbahan baku sawit) sebagai blend premium dan solar. Meski hanya 1-20% penggunaan BBN (bahan bakar nabati), tapi dampaknya amat besar karena pro-job, pro-poor, pro-growth, dan pro-planet.

Substitusi MOCAL untuk menekan gandum pada kegiatan UMKM telah berjalan dengan cukup baik, khususnya di Solo dan Karanganyar. Sekadar informasi untuk rekan Bocah nDeso bahwa kegiatan ini sama sekali TANPA stimulus pemerintah (Matur nuwun sanget pada Mas Soelaiman Budi, PT Agro Makmur, Karanganyar yang tanpa kenal lelah memperjuangkan kegiatan ini). Bagaimana pengembangan ke daerah-daerah lain, khususnya di sentra-sentra singkong? Bila berkenan, seyogianya kompasianers membantu gerakan ini. Bagaimana detil MOCAL, berapa sih nilai ekonomi bisnis MOCAL dan lain-lain…..silahkan aja menghubungi pakarnya, Mas Soelaiman Budi di Karanganyar di 08529324****.

Teknologi mie (basah) dari MOCAL telah layak diaplikasi. Saya yakin hanya tinggal “selangkah kecil” untuk diterapkan di mie instant. Bagaimana pendapat kompasianer yang ahli teknologi pangan ? Apakah pengusaha mie instant tertarik? Seperti kata rekan Bocah nDeso……(mungkin) diperlukan kemauan politik pemerintah. Semoga Pak Beye di tahun 2009- 2014, tidak lupa mendukung gerakan substitusi gandum ini.

Bahan Bakar Nabati – Bioetanol
Sebagai energimania, apakah saya tidak khawatir MOCAL akan mendesak pemanfaatan singkong menjadi BBN-bioetanol ? Apakah pertentangan food, feed, dan energy (dengan bahan baku singkong) akan mangkin menghebat di Indonesia? Bukankah Roy selama ini di pelatihan-pelatihan bioetanol di IPB, Trubus, dan lain-lain selalu menceritakan kesulitan PT Molindo Raya Industrial, sebuah pabrik bioetanol di Lampung dalam memenuhi kapasitas bahan bakunya berupa singkong ? Bukankah Pak Hilmi Panigoro, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) di seminar World Renewable Energy Regional Congress & Exbition, 18 Juni 2009 mengeluhkan problema serupa pada proyek bioetanol milik Medco yang comisioning sedang dilaksanakan ?

Inilah tantangan kita bersama untuk meningkatkan produktivitas singkong ! Atau tantangan kita untuk mengkaji bahan baku “baru” bagi bioetanol ! Bila kompasianers berkenan, mohon baca bioetanol5.

Salam Energi Hijau
Roy Hendroko

Sumber : umum.kompasiana.com/2009/07/12/mie-singkong/

Prof Ristono dan Singkong Gajah

BERITA SINGKONG GAJAH DARI BEC

SEBAGAI bentuk perhatian terhadap perekonomian para petani di Kaltim, Borneo Environmental Community (BEC) membudidayakan singkong gajah. Tanaman singkong ini memiliki ukuran lebih besar dibandingkan singkong pada umumnya, dengan diameter batang 8 cm. Untuk masa tanam 10 bulan, satu pokok bisa menghasilkan singkong gajah 40 kg.

Prof Dr Ristono MS, peneliti dari Universitas Mulawarman (Unmul) menemukan tanaman ini pada 1992. “Sebetulnya tanaman ini sudah lama tumbuh di Kaltim. Saya menemukannya di beberapa tempat, seperti Manggar (Balikpapan) dan Marangkayu (Kukar). Tapi varietas singkong gajah ini hanya dijumpai di wilayah Kaltim,” tutur Ristono.

Cara tanam singkong ini sangat mudah, dengan sistem stek bisa tumbuh. Batang singkong dipotong lalu ditancapkan dalam tanah yang gembur. Hasilnya pun berbeda dengan singkong biasa yang ditanam menggunakan proses okulasi atau dicangkok. “Dalam jangka sembilan bulan, kalau singkong biasa hasil panennya 2-3 kg dalam satu pokok, maka dengan singkong gajah bisa mencapai 10-20 kg,” jelasnya.

Bersama BEC, Ristono ingin membudidayakan singkong gajah ini di Samarinda. Pilot project- nya di Barambai, Sempaja Utara dengan lahan seluas 2 hektare (ha). Minggu depan bakal dimulai penanaman bibit. Keunggulan tanaman ini bukan hanya perawatannya yang mudah, namun juga kebal terhadap hama.

“Rasanya juga lebih gurih, seperti ada menteganya. Teksturnya juga sangat lunak tidak seperti singkong biasa yang keras,” tambahnya. Singkong ini tak hanya bisa diolah menjadi tepung tapioka tapi juga dapat menghasilkan produk bio-etanol sebagai bahan bakar kendaraan. Untuk menghasilkan bahan bakar, singkong ini mesti diolah melalui proses distilasi (penyulingan).

Hasil panen singkong gajah bisa mencapai 100 ton/ha, sedangkan singkong biasa 40 ton/ha. BEC Kaltim mendatangkan satu truk bibit singkong gajah ke Samarinda, Selasa (22/7). Bibit ini didatangkan dari tempat pembibitan utama di perbatasan Balikpapan-Kukar sebanyak 30.000 bibit. Bibit ini akan ditanam di kawasan Barambai, Sempaja. Jadi total bibit yang sudah diserahkan kepada BEC Samarinda 50.000 bibit.

Lewat budidaya singkong gajah ini ke depan dapat tercipta lapangan usaha, seperti mendirikan UKM, pabrik tapioka. Bahkan, singkong gajah bisa menjadi komoditi ekspor setelah diolah menjadi bio-etanol.

“Saat panen raya Desember nanti, kami akan menggelar sosialisasi singkong gajah ini dalam bentuk getuk lindri sepanjang 2008 meter. Rencananya, aksi ini akan dicatat dalam museum rekor Indonesia (MURI). Sampelnya diambil dari daerah penghasil tanaman tersebut di Kaltim,” ucap Ristono.

sumber : http://tribunkaltim.co.id

MENTAN Canangkan Percepatan Produksi Tepung Fermentasi dan Deklarasi Kemandirian Tepung Nasional

MENTAN Canangkan Percepatan Produksi Tepung Fermentasi dan Deklarasi Kemandirian Tepung Nasional

oleh : Gakoptri

Bertempat di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, 24 Nopember 2009, yang lalu Menteri Pertanian Ir.Suswono, MMA melakukan “Pencanangan Percepatan Produksi Tepung Fermentasi dan Deklarasi Kemandirian Tepung Nasional”. Acara ini antara lain dihadiri oleh para pimpinan daerah penerima bantuan kegiatan pengembangan agroindustri tepung-tepungan, Ibu-ibu penggerak PKK, Gapoktan, pelaku usaha tepung dan undangan lainnya.

Mengawali sambutannya, Menteri Pertanian mengatakan bahwa Pencanangan Percepatan Produksi Tepung Fermentasi dan Deklarasi Kemandirian Tepung Nasional ini sangat strategis dalam upaya mendorong peningkatan pembangunan agroindustri tepung-tepungan nasional, terutama peningkatan produksi tepung fermentasi yang saat ini mulai kembali digemari oleh masyarakat. Pencanangan ini diharapkan dapat mengawali peningkatan tambahan produksi tepung sekitar 20% dari kebutuhan impor nasional selama lima tahun ke depan. Mentan menjelaskan bahwa pada tahun 2008, impor gandum kita mencapai 5,2 juta ton.

Sedangkan dari 22,7 juta ton produksi ubi kayu, yang diolah menjadi bahan pangan dan non pangan baru mencapai 22,3% atau setara dengan 4,6 juta ton ubikayu segar. Hal ini berarti peluang pasar untuk tepung dari ubi kayu masih cukup besar.

Untuk mendukung kemandirian pangan dan daya saing produk lokal tersebut, pemerintah telah memberlakukan pengetatan pengawasan keamanan pangan segar asal tumbuhan melalui PERMENTAN No. 27 Tahun 2009 yang berlaku efektif sejak 19 Nopember 2009. Dengan diberlakukannya peraturan ini, maka komoditas impor yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan serta tidak aman untuk dikonsumsi, ditolak masuk ke Indonesia. Adapun komoditas yang terkena peraturan ini antara lain gandum, jagung, kacang-kacangan dan beberapa serealia lainnya.

Komitmen Pemerintah dalam mengembangkan pangan nonberas, antara lain melalui berbagai kebijakan seperti mendorong diversifikasi pola konsumsi berbasis pangan lokal; meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap keanekaragaman pangan; dan mendorong pengembangan teknologi pengolahan pangan non beras dan non terigu. Adapun beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mendorong industrialisasi tepung cassava antara lain berupa pemberikan stimulus pengembangan tepung-tepungan pada usaha kecil bidangpangan; sosialisasi, advokasi dan pembinaan peningkatan pemanfaatan pangan lokal melalui tepung-tepungan; pemberian peralatan pengolahan tepung-tepungan kepada usaha kecil bidang pangan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan mutu tepung yang dihasilkan; mendorong keterlibatan perguruan tinggi dalam meneruskan sosialisasi dan pengembangan teknologi tepung-tepungan; dan terus mengupayakan pencitraan tepung cassava menjadi tepung nasional.

Pada kesempatan kunjungan kerja tersebut, Mentan menyerahkan sarana pengolahan tepung, antara lain berupa peralatan, starter(inokulan) fermentasi dan sarana bangunan secara simbolis kepada para bupati yang wilayahnya mendapat alokasi bantuan pada tahun anggaran 2009.

Menteri Pertanian juga menegaskan, kita harus mampu mempertahankan keberhasilan swasembada beras, dan kesanggupan negara kita memenuhi sebagian dari permintaan beras internasional, sekaligus menjadikan momentum ini untuk mencapai keberhasilan dalam upaya pengembangan agribisnis ubi kayu, khususnya di bidang pengolahan dan pemasaran hasil yang dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat di sentra-sentra produksi ubi kayu.

Mengakhiri kata sambutannya, Menteri Pertanian menegaskan pentingnya sinkronisasi dan sinergitas berbagai pihak yaitu antara pemerintah, petani, industri dan pelaku bisnis, pakar, peneliti, asosiasi, akademisi dan pihak-pihak terkait lainnya, akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan agribisnis tepung-tepungan.

Sumber : http://gakoptri.wordpress.com/